Sunday, November 1, 2015

Kalimat Efektif dan Kesalahan Kalimat

Kalimat Efektif dan Kesalahan Kalimat


Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan. Hal ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami oleh orang lain secara tepat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif [4].


1.      Pengertian Kalimat Efektif

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru [2].
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh pembaca, menghayati masing-masing tuturan itu. Keterpahaman menjadi salah satu kriteria kalimat efektif. Kriteria lainnya adalah kelaziman. Pemakaian kata, susunan frase, dan kalimat tertentu dipandang lazim dalam ragam bahasa tertentu, namun belum tentu lazim dalam ragam bahasa lain [5].
Sebuah kalimat efektif haruslah memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis atau pembicara. Hal ini berarti bahwa kalimat efektif haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap pembacanya. Jadi, yang dimaksud kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi syarat sebagai berikut.
1.)    Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
2.)    Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis (Gorys Keraf, 1980: 36).

2.      Ciri-Ciri Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki ciri-ciri seperti berikut.
a.)    Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur subjek dan predikat.
b.)    Taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku.
c.)     Menggunakan diksi yang tepat.
d.)    Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis.
e.)    Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai.
f.)     Melakukan penekanan ide pokok.
g.)    Mengacu pada kehematan penggunaan kata.
h.)    Menggunakan variasi struktur kalimat.

3.      Syarat-Syarat Kalimat Efektif

Sebuah kalimat efektif memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri  tertentu yang membedakannya dari kalimat yang tidak efektif. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri (a) kesepadanan struktur, (b) keparalelan,  (c) kehematan, (d) kecermatan, (e) kepaduan, dan (f) kelogisan [4].

a.      Kesepadanan

Kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, seperti di bawah ini.
·         Kalimat itu memiliki  fungsi-fungsi yang jelas (subjek dan predikat).   
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat menyebabkan kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat satu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh: Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama.
Kalimat di atas tidak memiliki kesepadanan karena fungsi subjek tidak jelas. Kalimat di atas tidak menampilkan apa atau siapa yang menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama. Subjek kalimat dalam kalimat tersebut tidak jelas karena penekanan kata dalam.
·         Tidak terdapat subjek ganda
Contoh: Peringatan hari Sumpah Pemuda beberapa warga masyarakat menampilkan berbagai kegiatan kesenian.
·         Kata penghubung digunakan secara tepat
Contoh kalimat: Dia datang terlambat. Sehingga tidak dapat mengikuti kuliah pertama.
Konjungsi sehingga tidak dapat digunakan di awal kalimat karena berfungsi sebagai konjungsi intrakalimat.             
·         Predikat kalimat tidak didahului oleh kata ‘yang’.
Contoh: Semua regulasi yang menghambat iklim.

b.      Keparalelan

Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan kata benda (nomina), bentuk kedua dan seterusnya juga harus menggunakan kata benda (nomina). Kalau bentuk pertama menggunakan  kata kerja (verba), bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan  kata kerja (verba).

c.       Kehematan

Kehematan dalam kalimat efektif ialah hemat menggunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.

d.      Kecermatan

Kecermatan adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan tepat dalam pilihan kata. Kecermatan dalam kalimat berkaitan dengan pemilihan kata, penyusunan kata, dan penggunaan logika dalam kalimat.
Kecermatan meliputi beberapa aspek berikut:
·         Ketepatan dalam struktur kalimat
Contoh: Mahasiswa  perguruan tinggi yang terkenal itu menerima beasiswa.
Penggunaan kata yang di atas menyebabkan kalimat bermakna ganda, yang terkenal itu mahasiswa atau perguruan tinggi.
·         Pemilihan kata
Contoh: Sebagian toko tertutup sehingga para korban gempa mengkonsumsi makanan sesuai dengan ketersediaan yang ada.
Penggunaan kata tertutup dapat bermakna ganda, buka (tetap berjualan) atau tutup (tidak berjualan), atau terhalang oleh sesuatu.
·         Penggunaan ejaan
Contoh: Menurut cerita  Ibu Sari adalah orang pandai di desa itu.
Kekurangan penggunaan tanda koma pada kalimat di atas menyebabkan makna menjadi kabur, apakah orang pandai di desa itu ibu, ibu sari, atau seseorang. 

e.      Kepaduan

Kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak sistematis.
Kepaduan menunjukkan adanya hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur  (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi. Kesalahan yang sering merusakkan kepaduan adalah menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, perapatan kata aspek atau keterangan modalitas yang tidak sesuai, dan sebagainya.

f.        Kelogisan

Kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan dengan penalaran, yaitu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan perkataan lain, penalaran (reasoning) ialah proses mengambil simpulan (conclusion, interference) dan bahan bukti atau petunjuk (evidence) ataupun yang dianggap bahan bukti atau petunjuk (Moeliono, 1988: 124-125).
Contoh:  Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di  daerah tersebut.
Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya mayat wanita. Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal dari dua pernyataan, yaitu (1) Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2) Sebelum menjadi mayat, wanita itu sering mondar-mandir. Penulis menggabungkan kedua kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran yang jernih sehingga lahirlah kalimat yang salah nalar.

4.      Kesalahan Kalimat

Kesalahan kalimat dapat dibedakan dari dua segi, yakni kesalahan internal dan kesalahan eksternal. Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam kalimat, sedangkan kesalahan eksternal diukur dari unsur luar kalimat yang bersangkutan. Kesalahan eksternal itu diukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi konteks atas lingkungannya.
Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
(1)    Menurut Habibi (dalam Nimbara, 1993)  menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.
(2)    Dengan pemakaian pupuk urea pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian
Kedua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu. Pada kalimat (1) dapat dinyatakan siapa yang menyatakan. Jika dinyatakan hal itu, jawaban tidak ada, walaupun bisa saja dijawab dengan Habibi. Akan tetapi, Habibi pada kalimat (1) itu tidak menempati pokok kalimat, melainkan keterangan sebagaimana disyaratkan oleh kata mereka. Jadi, pertanyaan itu sebenarnya tidak dapat dijawab dengan Habibi. Baru bisa dijawab dengan Habibi jika kalimatnya diubah menjadi Habibi (dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.
Pertanyaan tentang pokok kalimat juga tidak dapat dikenakan pada kalimat (2). Jika dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frase dengan pemakaian  dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian.
Di samping kesalahan logika, kesalahan kalimat dapat terjadi ketidaklengkapan. Kalimat yang tidak lengkap itu hanya mengandung sebagian saja unsur-unsur yang seharusnya ada. Perhatikan dua buah kalimat yang terdapat pada  teks berikut!
(1)    Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Sehingga pada pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.
Kalimat kedua pada teks tersebut merupakan kalimat yang hanya diisi keterangan. Akan lebih baik jika kalimat kedua itu diintegrasikan menjadi satu dengan kalimat sebelumnya atau diupayakan menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, sebagaimana tampak pada hasil perbaikannya berikut.
(1a)        Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan sehingga para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.
atau
(1b)        Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.

5.      Memperbaiki Kesalahan Kalimat

a.      Kalimat tanpa Subjek

Dalam menyusun sebuah kalimat sering kali dengan kata depan atau preposisi, lalu verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan men-baik dengan atau tanpa akhiran -kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat-kalimat salah seperti di bawah ini.
(1)    Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2)    Untuk perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3)    Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di  atas dapat dilakukan dengan menghilangkan kata depan pada masing-masing kalimat tersebut, atau mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif. Jadi kemungkinan pembetulan kelima kalimat adalah sebagai berikut.
(1)    Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2)    Perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3)    Beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Dalam pembetulan di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut-turut adalah yang merasa kehilangan buku tersebut, perbaikan prasarana pengairan tersebut, dan beredarnya koran masuk desa.

b.      Kalimat dengan Objek Berkata Depan

Kesalahan yang telah dibicarakan di atas dapat dikatakan sebagai kesalahan pemakaian kata depan pada awal kalimat yang biasanya diduduki subjek. Kesalahan pemakaian kata depan itu juga sering ditemui pada objek. Sebagai contoh:
(1)    Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga,    tetapi soal ada tidaknya barang itu.
(2)    Dalam setiap kesempatan mereka tidak bosan – bosannya mendiskusikan tentang dampak positif pembuatan waduk itu.
Kalimat (1) dan (2) dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada kalimat (1) dan tentang pada kalimat (2). Kesalahan seperti pada contoh (1 dan 2) ini juga terjadi karena mengacaukan dua bentuk yang benar, yaitu:
·         Membicarakan soal harga
·         Berbicara mengenai soal harga
·         Mendiskusikan dampak positif pembuatan waduk
·         Berdiskusi tentang dampak positif pembuatan waduk
Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya: bertentangan dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan, serupa dengan.

c.       Konstruksi Pemilik Berkata Depan

Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frase: termilik + pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan antara termilik dengan pemilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya:
(1)    Kebersihan lingkungan adalah kebutuhan dari warga.
(2)    Buku-buku daripada perpustakaan perlu ditambah.
Konstruksi frase yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku-buku daripada perpustakaan ini sering kita dengar dalam pidato-pidato (umumnya tanpa teks). Misalnya:
(3)    Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga – harga barang elektronik.
Dalam karangan keilmuan konstruksi frase yang tidak baku seperti di atas hendaknya dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit. Karena terpengaruh oleh (antara lain) bahasa Jawa hubungan “termilik + pemilik” sering dieksplisitkan dengan sufiks-nya, misalnya:
(4)    rumahnya Heri
bajunya Riki
Pemakaian -nya seperti contoh (16) perlu dihindari. Namun hal yang lain, “termilik + pemilik itu perlu dipertegas dengan sufiks -nya. Bandingkan kedua contoh di bawah ini.
guru Parman                              dengan                                 gurunya Parman
Bapak Martono                          dengan                                bapaknya Martono
Kesalahan yang sering terjadi ialah pemakaian verba seperti pada kalimat di bawah ini, misalnya:
(5)    Setelah semuanya siap, mereka menaburi benih ikan yang terpilih.
(6)    (setiap bulan), kakaknya selalu mengirimi uang.
(7)    Panitia menyerahkan hadiah lomba ketramilan remaja pada acara penutupan.
Kesalahan seperti kalimat (5) dapat dibetulkan dengan melengkapi ‘tempat’ menaburi benih ikan yang terpilih, misalnya kolam itu, sehingga kalimat yang betul adalah:
(5a) Setelah semuanya siap, menaburi benih ikan yang terpilih kolam itu.
(5b) Setelah semuanya siap, mereka mereka menaburi kolam itu dengan benih ikan yang terpilih.
Dengan pembetulan itu, maka makna kalimatnya menjadi jelas. Jika dipertahankan seperti kalimat (5a) makna kalimat itu tidak jelas karena dapat ditafsirkan juga ‘menaburi sesuatu pada benih yang terpilih’. Padahal penafsiran yang demikian bukan yang dimaksud  dalam kalimat (5b).

d.      Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian

Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua ‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan, contoh:
(1)    Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.
(2)    Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan sampai berjamjam.
Dalam kalimat (1) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia dan orang lain, misalnya Joni. Demikian pula kalimat (2), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi, misalnya para pakar.

e.      Penempatan yang Salah Kata Aspek pada Kalimat Pasif Berpronomina

Menurut kaidah, konstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomina + verba dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronomina. Kesalahan yang sering terjadi ialah penempatan aspek di antara pronomina dengan verba atau dalam pola: *pronomina + aspek +  verba dasar, misalnya:
(1)    *saya sudah katakan bahwa….
*kita sedang periksa….
*kami telah teliti….
Bentuk-bentuk seperti contoh (1) dapat dibetulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan pronomina menjadi sebagai berikut :
(1a) sudah saya katakan bahwa …..
sedang kita periksa ….
telah kami teliti ….

f.        Kesalahan Pemakaian Kata Sarana

Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana,kata sarana itu dapat berupa kata depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frase depan, sedang kata penghubung umumnya terdapat dalam kalimat majemuk baik yang setara maupun yang bertingkat.
Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di, pada, dan dalam. Ketiga kata depan ini sering dikacaukan, misalnya:
(1)    Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani.
(2)    Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru.
(3)    Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI.
Kata depan di (1) seharusnya adalah pada; kata depan pada (2) seharusnya adalah dalam atau ke dalam; kata depan dalam (3) seharusnya adalah pada.
Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian antara pemakaian kata penghubung dan makna hubungan antar klausanya, misalnya:
(4)    Rapat hari ini ditunda berhubung peserta tidak memenuhi kuorum.
Kata penghubung berhubung (4) seharusnya diganti karena atau sebab. Kesalahan pemakaian kata penghubung lain, misalnya:
(5)    Penanaman rumput gajah bagi masyarakat pedesaan berguna untuk menyediakan pakan ternak juga mencegah adanya penggembalaan liar.
(6)    Pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha terus membangun daerah-daerah wisata baru.
Pemakaian kata juga (5) seharusnya diganti kata dan, sedangkan kata maka (6) tidak tepat karena kata maka lazimnya hadir berpasangan dengan kata penghubung karena.

DAFTAR PUSTAKA

[1]    Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Jakarta: Gramedia.
[2]    Kusmayadi, Ismail. 2008. Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
[3]    Resmini, Novi. Kalimat Efektif. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
[4]    Sofyan, Agus N., Eni Karlieni, et al. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Widyatama.
[5]    Wahyu, Tri R.N. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.


0 comments:

Post a Comment