Friday, October 2, 2015

Ragam Bahasa

Ragam Bahasa


Dalam berbahasa, seseorang perlu memahami variasi bahasa yang ia bicarakan. Sebagai contoh, bahasa yang digunakan ketika berbicara atau berkomunikasi dengan teman sebaya berbeda dengan bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau yang dihormatinya. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dihormati lebih formal dibanding dengan ketika berkomunikasi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, seseorang harus mampu memilih variasi bahasa yang sesuai dengan keperluan.
Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa juga mengalami perubahan. Salah satu perubahan bahasa yaitu variasi-variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan keperluan. Perbedaan budaya, geografis, ilmu pengetahuan, serta sejarah menimbulkan suatu variasi bahasa yang dikenal sebagai ragam bahasa.


A.     Definisi Ragam Bahasa

Menurut Bachman (1990), ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda berdasarkan topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta media pembicara.
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek. Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan. Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi. Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

B.      Jenis-Jenis Ragam Bahasa

1.      Ragam Bahasa dari Sudut Pandang Penuturnya

a.)    Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah/Logat

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Logat Indonesia yang dilafalkan oleh orang Tapanuli dapat dikenali karena tekanan kata yang sangat jelas. Ciri khas yang meliputi tekanan, naik-turunnya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.

b.)    Ragam Bahasa Berdasarkan Pendidikan Penutur

Bahasa yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa dan nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.)     Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur

Sikap penutur tercermin dalam ragam bahasa yang digunakannya. Pemilihannya tergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau terhadap pembacanya. Sikap ini dipengaruhi oleh umur, pokok persoalan yang disampaikan, dan tujuan penyampaian informasi.

2.      Ragam Bahasa dari Jenis Pemakaiannya

a.)    Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang atau Pokok Persoalan

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda.
Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi atau perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi.

b.)    Ragam Bahasa Berdasarkan Sarana atau Media

Ragam bahasa ini dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Perbedaannya terletak pada suasana dan peristiwa. Dalam ragam tulis, orang yang diajak berkomunikasi tidak berhadapan secara langsung, sehingga bahasanya harus lebih jelas karena tidak dapat disertai dengan gerak dan intonasi sebagai upaya penekanan. Sedangkan ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan, antara lain:
·         Memerlukan kehadiran orang lain
·         Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
·         Terikat ruang, waktu dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara
Ciri-ciri ragam bahasa tulisan, antara lain:
·         Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
·         Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap
·         Tidak terikat ruang dan waktu
·         Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan
             Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Tulis

C.      Laras Bahasa

1.      Definisi Laras Bahasa

Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras fitur, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar.

2.      Laras Ilmiah

Dalam uraian di atas di katakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta,  peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali berbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak di sebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981 : 1).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16):
·         Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
·         Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
·         Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
·         Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
·         Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
·         Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
·         Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
·         Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
·         Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
·         Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat di publikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam Internasional Standardization Organization  (ISO). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), kesimpulan, usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

D.     Ragam Bahasa Ilmiah

Menurut Sunaryo (1994 : 1), dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita, apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi partisipan, topik latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik, maka pembaca atau penulis perlu mengetahui latar belakang pembaca/pendengar dan memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu harus di ketahui agar pilihan bentuk bahasa digunakan tepat, disamping agar pesannya dapat tersampaikan, juga agar tidak menyinggung perasaan, merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang di sampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukan secara:
·         Naratif (peristiwa, perbuatan, cerita)
·         Deskriptif (hal-hal faktual: keadaan, tempat barang)
·         Ekspositoris
·         Argumentatif
·         Persuasif

1.      Ciri Ragam Bahasa Ilmiah

Ragam bahasa Ilmiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Cendekia: bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara cepat.
2)      Lugas dan jelas: bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk  menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
3)      Gagasan sebagai pangkal tolak: bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang di ungkapkan, tidak pada penulis.
4)      Formal dan objektif: komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosakata dapat di temukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992 : 8-9).

2.      Ragam Ilmiah Populer

Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah di mengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang di uraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam bahasa yang standar, semi standar, dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Perbedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti di uraikan di atas, persyaratan berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam kaya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang di hadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin di sampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan dalam media surat kabar dan majalah, format penyajiannya mengikuti format  yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dirumuskan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.

DAFTAR PUSTAKA

·         Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
·         Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
·         Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
·         Wahyu, Tri R.N. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.


0 comments:

Post a Comment