Kalimat Efektif dan Kesalahan Kalimat
Setiap gagasan
pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya harus dituangkan ke
dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi
persyaratan. Hal ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah
yang berlaku. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami oleh orang lain
secara tepat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif [4].
1.
Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan
suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi
akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru [2].
Kalimat
efektif adalah kalimat yang dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh pembaca,
menghayati masing-masing tuturan itu. Keterpahaman menjadi salah satu kriteria
kalimat efektif. Kriteria lainnya adalah kelaziman. Pemakaian kata, susunan
frase, dan kalimat tertentu dipandang lazim dalam ragam bahasa tertentu, namun
belum tentu lazim dalam ragam bahasa lain [5].
Sebuah
kalimat efektif haruslah memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan
pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran
penulis atau pembicara. Hal ini berarti bahwa kalimat efektif haruslah disusun
secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap
pembacanya. Jadi, yang dimaksud kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi
syarat sebagai berikut.
1.)
Secara tepat dapat mewakili gagasan atau
perasaan pembicara atau penulis.
2.)
Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya
dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis
(Gorys Keraf, 1980: 36).
2.
Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Kalimat efektif memiliki
ciri-ciri seperti berikut.
a.)
Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur
subjek dan predikat.
b.)
Taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku.
c.)
Menggunakan diksi yang tepat.
d.)
Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan
jalan pikiran yang logis dan sistematis.
e.)
Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai.
f.)
Melakukan penekanan ide pokok.
g.)
Mengacu pada kehematan penggunaan kata.
h.)
Menggunakan variasi struktur kalimat.
3.
Syarat-Syarat Kalimat Efektif
Sebuah kalimat efektif memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari kalimat yang
tidak efektif. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri (a) kesepadanan struktur, (b)
keparalelan, (c) kehematan, (d) kecermatan,
(e) kepaduan, dan (f) kelogisan [4].
a.
Kesepadanan
Kesepadanan ialah keseimbangan
antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat
ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang
baik.
Kesepadanan kalimat itu memiliki
beberapa ciri, seperti di bawah ini.
·
Kalimat itu memiliki fungsi-fungsi yang jelas (subjek dan
predikat).
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat
menyebabkan kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat satu
kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam,
bagi, untuk, pada, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh: Dalam
musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama.
Kalimat di atas tidak memiliki kesepadanan karena
fungsi subjek tidak jelas. Kalimat di atas tidak menampilkan apa atau siapa
yang menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama. Subjek kalimat
dalam kalimat tersebut tidak jelas karena penekanan kata dalam.
·
Tidak terdapat subjek ganda
Contoh:
Peringatan hari Sumpah Pemuda beberapa warga masyarakat menampilkan berbagai
kegiatan kesenian.
·
Kata penghubung digunakan secara tepat
Contoh kalimat:
Dia datang terlambat. Sehingga tidak dapat mengikuti kuliah pertama.
Konjungsi sehingga tidak dapat digunakan di awal
kalimat karena berfungsi sebagai konjungsi intrakalimat.
·
Predikat kalimat tidak didahului oleh kata ‘yang’.
Contoh:
Semua regulasi yang menghambat iklim.
b.
Keparalelan
Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat
itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan kata benda (nomina), bentuk
kedua dan seterusnya juga harus menggunakan kata benda (nomina). Kalau bentuk
pertama menggunakan kata kerja (verba),
bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan
kata kerja (verba).
c.
Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif ialah
hemat menggunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.
Kehematan tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambah
kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata
yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
d.
Kecermatan
Kecermatan adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan
tepat dalam pilihan kata. Kecermatan dalam kalimat berkaitan dengan pemilihan
kata, penyusunan kata, dan penggunaan logika dalam kalimat.
Kecermatan meliputi beberapa aspek berikut:
·
Ketepatan
dalam struktur kalimat
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal
itu menerima beasiswa.
Penggunaan kata yang di atas
menyebabkan kalimat bermakna ganda, yang terkenal itu mahasiswa atau perguruan
tinggi.
·
Pemilihan
kata
Contoh:
Sebagian toko tertutup sehingga para korban gempa mengkonsumsi makanan sesuai
dengan ketersediaan yang ada.
Penggunaan kata tertutup dapat
bermakna ganda, buka (tetap berjualan) atau tutup (tidak berjualan), atau
terhalang oleh sesuatu.
·
Penggunaan
ejaan
Contoh:
Menurut cerita Ibu Sari adalah orang
pandai di desa itu.
Kekurangan penggunaan tanda koma pada
kalimat di atas menyebabkan makna menjadi kabur, apakah orang pandai di desa
itu ibu, ibu sari, atau seseorang.
e.
Kepaduan
Kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi
yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Kalimat yang padu tidak bertele-tele
dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak sistematis.
Kepaduan menunjukkan adanya hubungan timbal balik yang baik dan jelas
antara unsur-unsur (kata atau kelompok
kata) yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan
predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang
menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi. Kesalahan yang sering merusakkan
kepaduan adalah menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau
tidak pada tempatnya, perapatan kata aspek atau keterangan modalitas yang tidak
sesuai, dan sebagainya.
f.
Kelogisan
Kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan sesuai
dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan dengan penalaran, yaitu
proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu
simpulan. Dengan perkataan lain, penalaran (reasoning) ialah proses mengambil
simpulan (conclusion, interference) dan bahan bukti atau petunjuk (evidence)
ataupun yang dianggap bahan bukti atau petunjuk (Moeliono, 1988: 124-125).
Contoh: Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya
sering mondar-mandir di daerah tersebut.
Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya mayat
wanita. Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal dari
dua pernyataan, yaitu (1) Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2)
Sebelum menjadi mayat, wanita itu sering mondar-mandir. Penulis menggabungkan
kedua kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran yang jernih sehingga lahirlah
kalimat yang salah nalar.
4.
Kesalahan Kalimat
Kesalahan kalimat dapat dibedakan dari dua segi, yakni kesalahan
internal dan kesalahan eksternal. Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat
yang diukur dari unsur-unsur dalam kalimat, sedangkan kesalahan eksternal
diukur dari unsur luar kalimat yang bersangkutan. Kesalahan eksternal itu
diukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi konteks atas lingkungannya.
Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe
pertama adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis
sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
(1)
Menurut Habibi (dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas
kemiskinan dan keterbelakangan.
(2)
Dengan pemakaian pupuk urea pil dapat
menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian
Kedua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk
membuktikan itu dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap
kalimat itu. Pada kalimat (1) dapat dinyatakan siapa yang menyatakan. Jika
dinyatakan hal itu, jawaban tidak ada, walaupun bisa saja dijawab dengan
Habibi. Akan tetapi, Habibi pada kalimat (1) itu tidak menempati pokok kalimat,
melainkan keterangan sebagaimana disyaratkan oleh kata mereka. Jadi, pertanyaan
itu sebenarnya tidak dapat dijawab dengan Habibi. Baru bisa dijawab dengan
Habibi jika kalimatnya diubah menjadi Habibi
(dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan
keterbelakangan.
Pertanyaan tentang pokok kalimat juga tidak dapat dikenakan pada
kalimat (2). Jika dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?,
jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan
jika frase dengan pemakaian dihilangkan
sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan
meningkatkan produksi pertanian.
Di samping kesalahan logika, kesalahan kalimat dapat terjadi
ketidaklengkapan. Kalimat yang tidak lengkap itu hanya mengandung sebagian saja
unsur-unsur yang seharusnya ada. Perhatikan dua buah kalimat yang terdapat
pada teks berikut!
(1)
Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan.
Sehingga pada pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.
Kalimat kedua pada teks tersebut merupakan kalimat yang hanya diisi
keterangan. Akan lebih baik jika kalimat kedua itu diintegrasikan menjadi satu
dengan kalimat sebelumnya atau diupayakan menjadi kalimat yang dapat berdiri
sendiri, sebagaimana tampak pada hasil perbaikannya berikut.
(1a) Situasi pasar bunga memang tidak
menggembirakan sehingga para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis
yang lain.
atau
(1b) Situasi pasar bunga memang tidak
menggembirakan. Para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.
5.
Memperbaiki Kesalahan Kalimat
a.
Kalimat tanpa Subjek
Dalam menyusun sebuah kalimat sering kali dengan kata depan atau
preposisi, lalu verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan men-baik
dengan atau tanpa akhiran -kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat-kalimat
salah seperti di bawah ini.
(1)
Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap
mengambilnya di kantor.
(2)
Untuk perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan
partisipasi aktif dari masyarakat.
(3)
Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat
sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di
atas dapat dilakukan dengan menghilangkan kata depan pada masing-masing
kalimat tersebut, atau mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari
aktif menjadi pasif. Jadi kemungkinan pembetulan kelima kalimat adalah sebagai
berikut.
(1)
Yang merasa kehilangan buku tersebut harap
mengambilnya di kantor.
(2)
Perbaikan prasarana pengairan tersebut
memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3)
Beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali
bagi masyarakat pedesaan.
Dalam pembetulan di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu
berturut-turut adalah yang merasa kehilangan buku tersebut, perbaikan prasarana
pengairan tersebut, dan beredarnya koran masuk desa.
b.
Kalimat dengan Objek Berkata Depan
Kesalahan yang telah dibicarakan di atas dapat dikatakan sebagai kesalahan
pemakaian kata depan pada awal kalimat yang biasanya diduduki subjek. Kesalahan
pemakaian kata depan itu juga sering ditemui pada objek. Sebagai contoh:
(1)
Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi
mengenai soal harga, tetapi soal ada
tidaknya barang itu.
(2)
Dalam setiap kesempatan mereka tidak bosan –
bosannya mendiskusikan tentang dampak positif pembuatan waduk itu.
Kalimat (1) dan (2) dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan
mengenai pada kalimat (1) dan tentang pada kalimat (2). Kesalahan seperti pada
contoh (1 dan 2) ini juga terjadi karena mengacaukan dua bentuk yang benar,
yaitu:
·
Membicarakan soal harga
·
Berbicara mengenai soal harga
·
Mendiskusikan dampak positif pembuatan waduk
·
Berdiskusi tentang dampak positif pembuatan
waduk
Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa verba dan
kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya: bertentangan dengan,
bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan,
serupa dengan.
c.
Konstruksi Pemilik Berkata Depan
Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frase:
termilik + pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan
mengeksplisitkan hubungan antara termilik dengan pemilik dengan memakai kata
depan dari atau daripada, misalnya:
(1)
Kebersihan lingkungan adalah kebutuhan dari
warga.
(2)
Buku-buku daripada perpustakaan perlu ditambah.
Konstruksi frase yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku-buku
daripada perpustakaan ini sering kita dengar dalam pidato-pidato (umumnya tanpa
teks). Misalnya:
(3)
Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan
daripada harga – harga barang elektronik.
Dalam karangan keilmuan konstruksi frase yang tidak baku seperti di
atas hendaknya dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” +
pemilik bersifat implisit. Karena terpengaruh oleh (antara lain) bahasa Jawa
hubungan “termilik + pemilik” sering dieksplisitkan dengan sufiks-nya,
misalnya:
(4)
rumahnya Heri
bajunya Riki
Pemakaian -nya seperti contoh (16) perlu dihindari. Namun hal yang
lain, “termilik + pemilik itu perlu dipertegas dengan sufiks -nya. Bandingkan
kedua contoh di bawah ini.
guru Parman dengan gurunya Parman
Bapak Martono dengan bapaknya
Martono
Kesalahan yang sering terjadi ialah pemakaian verba seperti pada kalimat
di bawah ini, misalnya:
(5)
Setelah semuanya siap, mereka menaburi benih
ikan yang terpilih.
(6)
(setiap bulan), kakaknya selalu mengirimi uang.
(7)
Panitia menyerahkan hadiah lomba ketramilan
remaja pada acara penutupan.
Kesalahan seperti kalimat (5) dapat dibetulkan dengan melengkapi
‘tempat’ menaburi benih ikan yang terpilih, misalnya kolam itu, sehingga
kalimat yang betul adalah:
(5a) Setelah semuanya siap, menaburi benih ikan yang terpilih kolam
itu.
(5b) Setelah
semuanya siap, mereka mereka menaburi kolam itu dengan benih ikan yang terpilih.
Dengan pembetulan itu, maka makna kalimatnya menjadi jelas. Jika dipertahankan
seperti kalimat (5a) makna kalimat itu tidak jelas karena dapat ditafsirkan juga
‘menaburi sesuatu pada benih yang terpilih’. Padahal penafsiran yang demikian
bukan yang dimaksud dalam kalimat (5b).
d.
Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak
bersesuaian
Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut
hadirnya satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu
‘pelaku’. Dalam pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang
penggunaan verba dua ‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan,
contoh:
(1)
Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan
dengan gencarnya.
(2)
Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan
sosial masyarakat pedesaan sampai berjamjam.
Dalam kalimat (1) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku,
yaitu dia dan orang lain, misalnya Joni. Demikian pula kalimat (2), di samping
pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi, misalnya para
pakar.
e.
Penempatan yang Salah Kata Aspek pada Kalimat
Pasif Berpronomina
Menurut kaidah, konstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomina
+ verba dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronomina. Kesalahan yang
sering terjadi ialah penempatan aspek di antara pronomina dengan verba atau
dalam pola: *pronomina + aspek + verba
dasar, misalnya:
(1)
*saya sudah katakan bahwa….
*kita sedang periksa….
*kami telah teliti….
Bentuk-bentuk seperti contoh (1) dapat dibetulkan dengan memindahkan
kata aspek ke depan pronomina menjadi sebagai berikut :
(1a) sudah saya katakan bahwa …..
sedang kita periksa ….
telah kami teliti ….
f.
Kesalahan Pemakaian Kata Sarana
Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana,kata sarana itu dapat
berupa kata depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frase
depan, sedang kata penghubung umumnya terdapat dalam kalimat majemuk baik yang
setara maupun yang bertingkat.
Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata
depan di, pada, dan dalam. Ketiga kata depan ini sering dikacaukan, misalnya:
(1)
Di saat istirahat penyuluh mendatangi para
petani.
(2)
Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru.
(3)
Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30
S/PKI.
Kata depan di (1) seharusnya adalah pada; kata depan pada (2)
seharusnya adalah dalam atau ke dalam; kata depan dalam (3) seharusnya adalah
pada.
Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena
ketidaksesuaian antara pemakaian kata penghubung dan makna hubungan antar klausanya,
misalnya:
(4)
Rapat hari ini ditunda berhubung peserta tidak
memenuhi kuorum.
Kata
penghubung berhubung (4) seharusnya diganti karena atau sebab. Kesalahan
pemakaian kata penghubung lain, misalnya:
(5)
Penanaman rumput gajah bagi masyarakat pedesaan
berguna untuk menyediakan pakan ternak juga mencegah adanya penggembalaan liar.
(6)
Pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup
besar, maka pemerintah berusaha terus membangun daerah-daerah wisata baru.
Pemakaian kata juga (5) seharusnya diganti kata dan, sedangkan kata
maka (6) tidak tepat karena kata maka lazimnya hadir berpasangan dengan kata
penghubung karena.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Jakarta: Gramedia.
[2]
Kusmayadi, Ismail. 2008. Think Smart Bahasa Indonesia.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
[3]
Resmini, Novi. Kalimat Efektif. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
[4]
Sofyan, Agus N., Eni Karlieni, et al. 2007. Bahasa
Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Widyatama.
[5]
Wahyu, Tri R.N. 2006. Bahasa Indonesia.
Jakarta: Universitas Gunadarma.
0 comments:
Post a Comment