Ragam Bahasa
Dalam
berbahasa, seseorang perlu memahami variasi bahasa yang ia bicarakan. Sebagai
contoh, bahasa yang digunakan ketika berbicara atau berkomunikasi dengan teman
sebaya berbeda dengan bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang
yang lebih tua atau yang dihormatinya. Bahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dihormati lebih formal dibanding
dengan ketika berkomunikasi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, seseorang
harus mampu memilih variasi bahasa yang sesuai dengan keperluan.
Seiring dengan
perkembangan zaman, bahasa juga mengalami perubahan. Salah satu perubahan
bahasa yaitu variasi-variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan keperluan.
Perbedaan budaya, geografis, ilmu pengetahuan, serta sejarah menimbulkan suatu
variasi bahasa yang dikenal sebagai ragam bahasa.
A.
Definisi Ragam Bahasa
Menurut Bachman (1990),
ragam bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda berdasarkan topik yang dibicarakan,
hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta media pembicara.
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan
berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah
penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek. Perbedaan
media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang
digunakan sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan. Situasi pada
saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang
digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan
situasi resmi. Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai
ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa
sastra.
B.
Jenis-Jenis Ragam Bahasa
1.
Ragam Bahasa dari Sudut Pandang Penuturnya
a.)
Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah/Logat
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan
Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Logat Indonesia
yang dilafalkan oleh orang Tapanuli dapat dikenali karena tekanan kata yang
sangat jelas. Ciri khas yang meliputi tekanan, naik-turunnya nada, dan panjang
pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.
b.)
Ragam Bahasa Berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal
dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas.
Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek,
pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa dan nyari seharusnya mencari. Selain
itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.
c.)
Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur
Sikap penutur tercermin dalam ragam bahasa yang digunakannya.
Pemilihannya tergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara
atau terhadap pembacanya. Sikap ini dipengaruhi oleh umur, pokok persoalan yang
disampaikan, dan tujuan penyampaian informasi.
2.
Ragam Bahasa dari Jenis Pemakaiannya
a.)
Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang atau Pokok Persoalan
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan.
Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan
ragam bahasa yang berbeda.
Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan
bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa
yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan
dalam lingkungan ekonomi atau perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi.
b.)
Ragam Bahasa Berdasarkan Sarana atau Media
Ragam bahasa ini dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Perbedaannya
terletak pada suasana dan peristiwa. Dalam ragam tulis, orang yang diajak
berkomunikasi tidak berhadapan secara langsung, sehingga bahasanya harus lebih
jelas karena tidak dapat disertai dengan gerak dan intonasi sebagai upaya
penekanan. Sedangkan ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui
media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat
membantu pemahaman.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan, antara lain:
·
Memerlukan kehadiran orang lain
·
Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
·
Terikat ruang, waktu dan dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya suara
Ciri-ciri
ragam bahasa tulisan, antara lain:
·
Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
·
Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap
·
Tidak terikat ruang dan waktu
·
Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan
Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Tulis
C.
Laras Bahasa
1.
Definisi Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat
komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi
pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras fitur, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas
laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki
cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan
secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau
nonstandar.
2.
Laras Ilmiah
Dalam uraian di atas di katakan bahwa setiap laras dapat disampaikan
dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam
standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang
merupakan hasil pemikiran, fakta,
peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali berbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh.
Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak di sebut pengarang
melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981
: 1).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun
demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama.
Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap
harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan
pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan
pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah
adalah sebagai berikut (Brotowidjojo,
1988: 15-16):
·
Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara
sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
·
Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat,
benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung
sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
·
Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap
langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
·
Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat
dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik
kesimpulan.
·
Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai
dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
·
Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu
berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak
akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak
boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
·
Karya ilmiah pada dasarnya bersifat
ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal
itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian,
fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan
berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa
karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
·
Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang
nalar atau mendua makna
·
Harus secara tepat mendefinisikan setiap
istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan
atau keraguan
·
Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat di publikasikan
sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang
lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang
dalam Internasional Standardization Organization (ISO). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas
judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil pembahasan,
kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan
agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci,
pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), kesimpulan, usulan,
ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan,
1997 : 38).
D.
Ragam Bahasa Ilmiah
Menurut Sunaryo (1994 : 1), dalam
berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan
kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan
sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu
memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita
gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca
tulisan kita, apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa
kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor
penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi
partisipan, topik latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca
atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan
baik, maka pembaca atau penulis perlu mengetahui latar belakang
pembaca/pendengar dan memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan
pendengar/pembaca. Hal itu harus di ketahui agar pilihan bentuk bahasa
digunakan tepat, disamping agar pesannya dapat tersampaikan, juga agar tidak
menyinggung perasaan, merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang di sampaikan penutur ke
penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukan secara:
·
Naratif (peristiwa, perbuatan, cerita)
·
Deskriptif (hal-hal faktual: keadaan, tempat
barang)
·
Ekspositoris
·
Argumentatif
·
Persuasif
1.
Ciri Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam bahasa Ilmiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Cendekia: bahasa Indonesia keilmuan itu mampu
digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara cepat.
2)
Lugas dan jelas: bahasa Indonesia keilmuan digunakan
untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara
jelas dan tepat.
3)
Gagasan sebagai pangkal tolak: bahasa Indonesia
keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang di ungkapkan, tidak pada penulis.
4)
Formal dan objektif: komunikasi ilmiah melalui
teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur
bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah
unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis
kosakata dapat di temukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang
berciri informal (Syafi’ie, 1992 :
8-9).
2.
Ragam Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah,
tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah di mengerti. Karya ilmiah
populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat
berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang di uraikan dengan
metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang
standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam bahasa yang standar,
semi standar, dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut
penulis bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama
dengan proses penyusunan karya ilmiah. Perbedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya.
Seperti di uraikan di atas, persyaratan berlaku bagi sebuah karya
ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam kaya ilmiah
populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah,
analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di masyarakat, jalan keluar
bagi persoalan yang sedang di hadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru
yang ingin di sampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya
dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan
dalam media surat kabar dan majalah, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik.
Pemilihan topik dan perumusan tema harus dirumuskan dengan cermat. Tema itu
kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi,
argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat
mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti
pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut
pandang.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia
Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
·
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Grasindo.
·
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan
Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
·
Wahyu, Tri R.N. 2006. Bahasa Indonesia.
Jakarta: Universitas Gunadarma.
0 comments:
Post a Comment